Anggota
Topik
Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus sebagai Fenomena
Judul
Dinamika
belajar anak autis, tuna rungu dan tuna grahita di SLB-E Pembina Medan
Pendahuluan
Anak Berkebutuhan Khusus yang
sering disebut anak ABK adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau
perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan apakah fisik,
mental-intelektual, sosial, atau emosionalnya. Hal ini secara nyata
berbeda bila dibandingkan dengan anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan
pelayanan khusus. Sebaliknya, anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) berkembang
secara reguler tanpa perlu pelayanan khusus seperti ABK.
Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah benar-benar memberikan perhatian kepada anak ABK dalam mewujudkan
amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara memiliki hak yang
sama untuk memperoleh manfaat maksimal dari pendidikan. Jadi semua orang berhak
sekolah. Keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terbatas dalam hal jumlah
ketersediaan sekolah kurang bisa mengakomodir anak berkebutuhan khusus. Selain
itu tidak semua ABK mampu menjangkau akses sekolah tersebut. Hal ini mungkin
berbeda dengan kota besar yang mungkin lebih banyak terdapat sekolah luar
biasa, namun terkadang biaya sekolah yang mahal juga menjadi alasan ABK tidak mampu
bersekolah.
Dengan melihat situasi dan kondisi seperti
ini,kami tertarik untuk mengobservasi mengenai pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang saat ini masih kurang mendapat sorotan publik.
Landasan Teori
Menurut Frida Mangunsong (2009) guru besar psikologi
UI, Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan
layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi akibat perbedaan kondisi dengan
kebanyakan anak lainnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari
kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World
Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:
1.
Disability : keterbatasan atau kurangnya
kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai
dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level
individu.
2.
Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan
dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan
pada level organ.
3.
Handicap : Ketidak beruntungan individu yang
dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat
pemenuhan peran yang normal pada individu.
Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus
antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
1.
Kelainan Mental terdiri dari:
a. Mental
Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakatintelektual,
di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang
signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b. Mental
Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak
lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70 – 90.
Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan
khusus.
c. Berkesulitan
Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi
belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik
adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki
prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.
2.
Kelainan Fisik:
Kelainan
Pendengaran (Tunarungu)
individu
yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
o
Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB)
o
Gangguan pendengaran ringan(41-55dB)
o
Gangguan pendengaran sedang(56-70dB)
o
Gangguan pendengaran berat(71-90dB)
o
Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB)
Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan
individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara
internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara
berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh.
Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang
abstrak.
Kelainan
pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (hard of hearing).
3.
Kelainan Emosi
Gangguan
emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi
perilaku yang tampak pada individu. Adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a. Gangguan
Perilaku
§ Mengganggu
di kelas
§ Tidak
sabaran-terlalu cepat bereaksi
§ Tidak
menghargai-menentang
§ Menyalahkan
orang lain
§ Kecemasan
terhadap prestasi di sekolah
§ Dependen
terhadap orang lain
§ Pemahaman
yang lemah
§ Reaksi
yang tidak sesuai
§ Melamun,
tidak ada perhatian, dan menarik diri
b. Gangguan
Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung
paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat
perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut antara
lain:
§ Sering
gagal untuk memperhatikan secara detail, atau sering membuat kesalahan dalam
pekerjaan sekolah atau aktivitas yang lain.
§ Sering
kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas permainan
§ Sering
tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara
§ Sering
tidak mengikuti intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah
§ Kesulitan
untuk mengorganisir tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas
§ Tidak
menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah
§ Sering
tidak membawa peralatan sekolah seperti pensil, buku, dan sebagainya
§ Sering
mudah beralih pada stimulus luar
§ Mudah
melupakan terhadap aktivitas sehari-hari
c. Gangguan
Hiperaktive (ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
§ Perilaku
tidak bisa diam
§ Ketidakmampuan
untuk memberi perhatian yang cukup lama
§ Hiperaktivitas
§ Aktivitas
motorik yang tinggi
§ Mudah
buyarnya perhatian
§ Canggung
§ Infeksibilitas
§ Toleransi
yang rendah terhadap frustasi
§ Berbuat
tanpa dipikir akibatnya.
Tujuan Pendidikan Khusus
1.
Mengembangkan kehidupan anaksebagai pribadi
2.
Mengembangkan kehidupan anak sebagai anggota
masyarakat
3.
Mempersiapkan untuk memiliki keterampilan sebagai
bekal memasuki dunia kerja
4.
Mmpersiapkan anak untuk mengikuti pendidikan
lanjutan
Anggota-Anggota Tim Terkait Dalam Layanan
Pendidikan Khusus
Karena karakteristik dan
hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Dalam hal layanan pendidikan khusus tidak
hanya faktor kebijakan saja yang menentukan tetapi juga tim work yang
mendukung, berikut ini adalah komponen tim work :
·
Guru pendidikan khusus adalah mereka yang
memberikan pembelajaran sehari-hari dan dukungan lain bagi siswa berkebutuhan
khusus.
·
Billingual special educator adalah guru yang
memiliki pengetahuan baik di bidang dwi bahasa maupun pendidikan khusus.
·
Early childhood special educator adaah mereka
yang memberikan pelayanan pada balita, mereka dapat melakukan berkerja sama
dengan guru-guru pre sekolah dalam hal pendidikan umum.
·
speech/ language pathologist adalah mereka yang
mendiagnosis anak-anak berkebutuhan, mendesain tindakan dan layanan yang tepat
serta memonitor kemajuannya.
·
School psychologist adalah mereka yang memiliki
kompetensi untuk menentukan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus.
·
School counselor adalah mereka yang menangani
bukan saja siswa biasa tetapi juga siswa dengan kebutuhan khusus, pada sekolah
regular.
·
school social worker adalah mereka yang meng
koordinasika usaha-usaha pendidik, keluarga dan orang-orag lembaga terkait
untuk memastikan bahwa siswa dapat menerima semua pelayanan yang mereka butuhkan.
·
School
Nurse adalah mereka yang bertanggung jawab dalam memeriksa dan menjaga
kesehatan siswa, serta mengatur distribusi obat-obatan yang dibutuhkan siswa.
·
Educational interpreter adalah mereka yang
membantu siswa yang mengalami kesulitan mendengar dengan menggunakan bahasa
isyarat.
·
General educational teacher adalah guru pada
kelas regular yang memiliki kemampuan untuk untuk memeberikan pelayanan bagi
anak berkebutuhan khusus.
·
Pareducator adalah para profesinal yang bekerja
di bawah arahan guru atau professional
dalam memberikan pelayanan bagi siswa berkebutuhan khusus.
·
Parents Orang tua siswa yang memberikan
kontribusi terhadap sekolah mengenai perkembangan serta kehidupn anaknya di
luar sekolah.
·
Additional High Specialized Service Provider
adalah mereka yang memiliki keahlian spesifik di bidang tertentu guna menangani
siswa yang membutuhkan pelayanan khusus secara unik.
Model Penyelenggaraan
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Segregasi
Anak
berkebutuhan khusus belajar di dalam lingkungan yang juga terdiri dari
anak-anak berkebutuhan khusus.
a. TKLB
b. SDLB
c. SMPLB
d. SMLB
Kelemahannya,
pendidikan berfokus pada apa yang tidak dapat dilakukan anak sehingga dapat
menimbulkan masalah konsep diri dan anak cenderung terisolasi. Kelebihannya,
anak lebih mudah bersosialisasi dengan sesamanya tanpa menimbulkan rasa rendah
diri.
2.
Integrasi
Anak
berkebutuhan khusus berada dalam lingkungan anak normal pada saat-saat
tertentu.
·
Pada suatu event sekolah tertentu misalnya
acara dies natalis sekolah
·
Berada dalam sekolah tetapi berbeda kelas
·
Mempunyai jadwal istirahat yang sama antara ABK
dengan anak normal
·
Awalnya ditempatkan di kelas khusus, setelah
dinilai bahwa anak sudah siap, dapat dipindahkan ke kelas regular
·
ABK berada di kelas regular tetapi pada saat
pelajaran tertentu pindah ke kelas khusus
·
ABK berada di kelas khusus tetapi pada saat
tertentu pindah ke kelas regular
·
ABK di kelas regular tanpa ada perlakuan khusus
3.
Inklusi
Anak berkebutuhan khusus
sepenuhnya berada di kelas regular
Jenis SLB
Ada 6 jenis SLB yaitu:
1.
SLB A
Sekolah
luar biasa yang menangani anak-anak tuna netra atau memiliki keterbatasan pada
indra penglihatan.
2.
SLB B
Sekolah
luar biasa yang menangani anak-anak tuna rungu atau memiliki keterbatasan pada
indra pendengaran.
3.
SLB C
Sekolah
luar biasa bagi penderita tuna grahita atau keterbelakangan mental. SLB C
dibagi menjadi 2 yaitu SLB C yang menangani anak penderita tuna grahita dengan
IQ 50 – 75 dan mampu didik. Kedua adalah SLB C1 yang menangani anak penderita
tuna grahita dengan IQ 25 – 50 dan mampu latih.
4.
SLB D
Sekolah
luar biasa bagi penderita tuna daksa atau memiliki cacat fisik. SLB D juga
dibagi menjadi 2 yaitu SLB D yang menangani anak penderita tuna daksa dengan IQ
normal. Kedua adalah SLB D1 yang menangani anak penderita tuna daksa dengan IQ
dibawah normal.
5.
SLB E
Sekolah
luar biasa yang menangani anak-anak tuna laras yaitu anak yang kesulitan
menyesuaikan diri dengan lingkungan social atau pernah melakukan tindak
kejahatan.
6.
SLB G
Sekolah
luar biasa yang menangani anak-anak tuna ganda atau memiliki keterbatasan lebih
dari satu jenis.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
1. Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.
2. Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak
berkebutuhan khusus.
3. Menjelaskan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus.
Tujuan khusus
Pemenuhan
tugas Mini Proyek Psikologi Pendidikan
Alat
dan Bahan
1.
Camera
digital
2. Alat tulis
3.
Handphone
4. Reward
Subjek Observasi
Anak autis, anak tuna rungu kelas 3 SD, dan anak tuna grahita SLB
Pembina Medan
Analisis Data
Metode yang kami gunakan dalam
menyelesaikan proyek pendidikan terhadap anak pra sekolah ini adalah sebagai
berikut :
1. Metode observasi
Kami mengobservasi anak SLB tuna
rungu, autis, dan tuna grahita didalam kelasnya secara langsung. Kami melihat
bagaimana keaktifan, respon dan interaksi anak-anak tersebut dalam kelas.
Observasi kami lakukan dengan merekam, mengambil gambar, serta mencatat
pengamatan kami secara tertulis.
2. Metode wawancara
Metode wawancara kami lakukan dengan mengajukan pertanyaan singkat kepada guru guru yang
bersangkutan secara langsung. Berikut beberapa pertanyaan yang kami ajukan:
Kalkulasi Biaya
Reward:
Gantungan kunci : Rp
54.000,-
Gelang tali :
Rp 21.000,-
Buku psikologi :
Rp 50.000,-
Transportasi:
Ke SLB 6000
x 3 x 5 : Rp 90.000,-
Beli reward : Rp 24.000,-
+
TOTAL Rp239.000,-
Jadwal
Perencanaan
Kegiatan
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
||||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
I
|
II
|
III
|
|
Pemilihan Tema
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penentuan Judul
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Diskusi Metode dan
Pelaksanaan
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembuatan Pendahuluan
dan Landasan Teori
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembelian Reward
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
Permohonan surat izin
dari fakultas
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
Konfirmasi surat izin
kepada kepala sekolah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
Pelaksanaan Observasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
V
|
|
|
|
Diskusi Untuk membuat
Kesimpulan akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
Pembuatan Poster
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
Evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
Posting Blog
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
Melaporkan hasil
akhir ke Pihak SLB Pembina
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
Jadwal
Pelaksanaan
No
|
Kegiatan
|
Tanggal Rencana Awal
|
Tanggal Pelaksanaan
|
Tempat
|
|
1
|
Diskusi pemilihan
topik dan penentuan Judul
|
16 April 2012
|
19 April 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
|
2
|
Diskusi perencanaan
kegiatan dan penentuan metode yang digunakan
|
29 April 2012
|
26 April 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
|
3
|
Diskusi pembuatan
pendahuluan dan landasan teori
|
29
April 2012
|
3 Mei 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
|
4
|
Permohonan surat izin
dari fakultas
|
6
Mei 2012
|
6
Mei 2012
|
Fakultas Psikologi
USU
|
|
5
|
Survei lokasi dan
pengajuan surat permohonan ke SLB Pembina
|
14 Mei 2012
|
14 Mei 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
|
6
|
Pembelian reward
|
26
Mei 2012
|
26
Mei 2012
|
Pasar Palangkaraya
|
|
7
|
Pelaksanan observasi
|
Hari I
|
19 Mei 2012
|
19 Mei 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
Hari II
|
21 Mei 2012
|
21 Mei 2012
|
|||
Hari III
|
24 Mei 2012
|
24 Mei 2012
|
|||
Hari IV
|
25 Mei 2012
|
25 Mei 2012
|
|||
Hari V
|
1 Juni 2012
|
1 Juni 2012
|
|||
8
|
Pemeberian Reward
|
4 Juni 2012
|
4 Juni 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
|
9
|
Menyusun hasil
observasi
|
7 Juni 2012
|
7 Juni 2012
|
Kantin
Fak Psikologi USU
|
|
10
|
Pembuatan Poster
|
9
Juni 2012
|
9
Juni 2012
|
Rumah
|
|
11
|
Evaluasi
|
9
Juni 2012
|
9
Juni 2012
|
Fak
Psikologi USU
|
|
12
|
Posting blog
|
9
Juni 2012
|
9
Juni 2012
|
Rumah
|
|
No
|
Kegiatan
|
Tanggal Rencana Awal
|
Tanggal Pelaksanaan
|
Tempat
|
|
1
|
Diskusi pemilihan
topik dan penentuan Judul
|
16 April 2012
|
19 April 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
|
2
|
Diskusi perencanaan
kegiatan dan penentuan metode yang digunakan
|
29 April 2012
|
26 April 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
|
3
|
Diskusi pembuatan
pendahuluan dan landasan teori
|
29
April 2012
|
3 Mei 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
|
4
|
Permohonan surat izin
dari fakultas
|
6
Mei 2012
|
6
Mei 2012
|
Fakultas Psikologi
USU
|
|
5
|
Survei lokasi dan
pengajuan surat permohonan ke SLB Pembina
|
14 Mei 2012
|
14 Mei 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
|
6
|
Pembelian reward
|
26
Mei 2012
|
26
Mei 2012
|
Pasar Palangkaraya
|
|
7
|
Pelaksanan observasi
|
Hari I
|
19 Mei 2012
|
19 Mei 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
Hari II
|
21 Mei 2012
|
21 Mei 2012
|
|||
Hari III
|
24 Mei 2012
|
24 Mei 2012
|
|||
Hari IV
|
25 Mei 2012
|
25 Mei 2012
|
|||
Hari V
|
1 Juni 2012
|
1 Juni 2012
|
|||
8
|
Pemeberian Reward
|
4 Juni 2012
|
4 Juni 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
|
9
|
Menyusun hasil
observasi
|
7 Juni 2012
|
7 Juni 2012
|
Kantin
Fak Psikologi USU
|
|
10
|
Pembuatan Poster
|
9
Juni 2012
|
9
Juni 2012
|
Rumah
|
|
11
|
Evaluasi
|
9
Juni 2012
|
9
Juni 2012
|
Fak
Psikologi USU
|
|
12
|
Posting blog
|
9
Juni 2012
|
9
Juni 2012
|
Rumah
|
Hasil
Observasi
Hari
1
Pada
kunjungan pertama kami hanya berkesempatan mengobservasi kegiatan belajar
mengajar anak Tuna Rungu kelas 1 SD dan kelas ekstrakurikuler musik yang
diikuti oleh 3 siswa tuna grahita IQ low, serta kelas ketrampilan menjahit yang
diikuti anak tuna rungu. Kami menentukan beberapa aspek penting yang akan kami
observasi yaitu
Aspek yang
Dinilai
|
a.
Materi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
|
b.
Fasilitas belajar (alat peraga) dengan proses belajar mengajar
|
Performa
Guru
|
a.
Kemampuan guru menyampaikan materi pelajaran
|
b.
Kemampuan guru menguasai kelas
|
Kondisi/situasi
kelas
|
a.
Suasana kelas mendukung proses belajar mengajar
|
b.
Tata ruang kelas menimbulkan rasa nyaman bagi anak
|
Interaksi
siswa – siswa
|
a.
Terjalin interaksi antara siswa dalam proses belajar mengajar
|
b.
Antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya
|
Interaksi
siswa – guru
|
a.
Terdapat interaksi aktif antara siswa dan guru seloama proses belajar
mengajar
|
Daya
tangkap
|
a.
Siswa memahami materi yang dijelaskan guru
|
Keunikan
|
Antusias
siswa dalam belajar
|
Dan berikut
informasi yang kami dapatkan.
·
Guru menggunakan laptop pribadi sebagai
fasilitas
·
Software/aplikasi yang digunakan adalah
I-CHAT (I can hear and talk) yang merupakan software khusus bagi anakl tuna
rungu
·
Software I-CHAT juga menyediakan layanan
video bahasa isyarat dan susunan susunan kata yang dipelajari di kelas.
·
Anak anak di kelas sudah dapat mengenal
huruf, membaca dan menulis
·
Tulisan yang diterapkan harus tulisan
bersambung, karena berhubungan dengan nafas, jeda, dan pelafalan kata demi
kata.
·
Komunikasi guru ke murid menggunakan
bahasa isyarat ekspresi dan gerak bibir.
·
Upaya penyampaian informasi harus
perlahan, agar dapat dimengerti oleh siswa.
·
Terkadang murid sulit menangkap arti/makna
yang disampaikan oleh guru, menyebabkan murid terlihat minder.
·
Proses belajar menggunakan buku
pelajaran umum.
·
Dikelas yang saya masuki, murid kelas
satu SD masih ada yang berumur 14 tahun, dan beberapa anak lainnya yang umurnya
tidak sesuai dangan umur anak kelas satu SD rata rata, dikarenakan beberapa
anak sudah berhenti sekolah lalu mengulang lagi, dan beberapa ada anak yang
sudah disekolahkan di sekolah umum, lalu mengulang lagi di SLB dari awal.
Ekstrakurikuler
Musik
o
Fasilitas musik cukup lengkap (gitar,
drum, keyboard, organ dan soundsistem)
o
Guru mengeja dengan lambat apa yang akan
ditulis siswa
o
Guru membantu siswa menggambarkan
lambang lambang musik.
o
Walaupun beberapa anak sudah bisa
memainkan alat musik.
o
Murid bersikap bebas dan santai, tetapi
masih dikontrol guru.
o
Guru bersikap ramah dan fleksibel
o
Murid tidak diporsir untuk bisa
menguasai alat musik, harus balance dengan bermain.
Ekstrakurikuler Tata Busana
o
Fasilitas yang disediakan dalam kelas tata busana sudah
sangat memadai seperti mesin jahit, mesin obras, peralatan menjahit, meja,
boneka manekin, dan lain-lain
o
Guru memberikan tugas membuat pola kepada anak tuna rungu
dan tugas menjahit kepada anak tuna grahita
o
Guru memberikan pengarahan secara terperinci kepada siswa
o
Guru memuji hasil karya siswa dan memajangnya di kelas
o
Murid memilih kelas keterampilan tata busana sesuai
dengan pilihan mereka masing-masing atau bagi anak tuna grahita diarahkan
sesuai dengan potensinya
o
Guru dengan sabar mendampingi siswa selama mengerjakan
tugas terutama anak grahita yang selalu menuntut gurunya untuk berada di
sampingnya
o
Hasil karya anak-anak sering ikut pameran negara
o
Guru membantu merapikan hasil karya siswa yang terlihat
berantakan
o
Siswa tuna grahita hanya menjahit pola yang ada tetapi
tidak menggunting karena siswa tuna grahita belum memiliki kontrol penuh atas
anggota tubuhnya
Hari ke 2
Dihari ke 2 kami berkesempatan
mengobservasi kelas autis, tuna grahita dan tuna rungu. Kami yang terdiri dari
3 orang secara secara personal mengobservasi ketiga kelas tersebut. Berikut
informasi yang kami dapat.
Kelas
Tuna Rungu
·
Guru mengikuti cara berbahasa mereka
·
Suasana tanya jawab cukup aktif tetapi
kurang kondusif
·
Ada murid yang sangat aktif dan ada yang
tidak aktif sama sekali.
·
Guru terlihat kesulitan membuat murid
mengerti satu per satu.
·
Guru memberikan beberapa kata kerja dan
murid menuliskan kata benda yang mengikutinya. Dan guru mempraktekkan kata
kerja yang diberikan. Contohnya: guru mempratekkan kata ‘bayar’, dan murid
menuliskan kata benda seperti bayar bakso, bayar permen, dsb.
·
Guru cukup tegas dalam mendidik siswa.
·
Murid dengan umur yang lebih tua tidak
menjamin kognisi si anak juga meiningkat, di kelas 3 SD yang saya masuki
terdapat rentang usia 7-15 tahun.
·
Guru lebih dominan melatih vokalisasi
dari pada bahasa isyarat tuna rungu.
·
Suasana kelas seperti berlomba cepat
tepat.
·
Murid terlihat sudah terbiasa bersabar
jika guru tidak mengerti apa yang mereka maksud.
Kelas
Tuna Grahita
·
Guru dengan sabar mengatur murid-murid untuk mengikuti
pelajaran
·
Suasana kelas kurang teratur karena murid-murid mudah
bosan sehingga mereka sering melakukan kegiatan yang berbeda-beda di kelas
·
Guru terlihat kesulitan mengatur murid satu per satu
·
Murid-murid terlihat sulit mengikuti pelajaran terutama
pada pelajaran matematika sehingga guru harus mendampingi murid satu per satu
bahkan orang tua juga ikut masuk ke dalam kelas mendampingi anaknya belajar
·
Guru bisa menjadi sangat tegas kepada murid yang bandel
dan sulit diatur
·
Guru tidak memaksa anak duduk diam mengerjakan latihan
ketika anak merasa bosan
·
Kelonggaran seperti istirahat atau pulang terlebih dahulu
juga diberikan agar anak tidak jenuh belajar dan datang ke sekolah
·
Interaksi antara murid terlihat sangat baik, secara
sekilas mereka terlihat seperti anak normal lainnya. Hanya saja ketika sudah
memasuki jam pelajaran, saya baru menyadari bahwa mereka memang anak yang
berbeda
·
Pada awalnya, muris-murid terlihat menjaga imagenya
ketika saya baru datang, setelah beberapa saat mereka mulai kembali lagi
berperilaku seperti biasa
·
Ketika murid-murid saling bertengkar, mereka akan cepat
melupakan masalahnya
Hari
ke 3
Di
hari ke-3 kami mewawancarai guru guru pada setiap kelas yang kami observasi.
Berikut data yang kami peroleh.
Kelas Tuna Rungu
Guru
yang saya wawancarai sudah hampir satu tahun mengajar di kelas tuna rungu, yang
sebelumnya mengajar di kelas autis. Dan yang membuat beliau memilih untuk
menjadi pengajar ABK adalah minat dalam dirinya yang memang mengemban
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di jogjakarta sebagai disiplin ilmu.
Dan kendala yang dihadapi secara umum adalah, bagaimana membuat anak
mengerti satu persatu informasi yang
diberikan. Metode yang digunakan dalam mengajar ABK adalah Komtal yaitu
komunikasi total baik secara lisan dan gerak tubuh serta gambar. Dan software
yang ada sekarang (I-CHAT) sudah cukup efektif dalam proses belajar mengajar
Agar
dapat mandiri, perlu kerjasama dengan orang tua, supaya tidak hanya di sekolah
tetapi di rumah juga kemandiriannya dilatih. Menurut beliau pada kenyataannya
orang tua masih kurang tanggap terkhusus ketika mengetahui anak mereka adalah
anak berkebutuhahn khusus, sehingga menyebabkan anak mulai mengemban pendidikan
tidaj pada usia normal.
Menurut
beliau semua anak berkebutuhan khusus itu unik dan cara mengetahui potensi yang
dimiliki anak berkebutuhan khusus adalah dengan membiarkannya melakukan apa
yang mereka suka, membekali mereka dengan pelajaran SBK, ketrampilan musik dan
sebagainya, dan di SLB pembina, anak anak SMA sudah mengetahui minat mereka
masing masing. IQ anak tuna rungu berbeda beda sehingga diharapkan mereka
nantinya setelah tamat sekolah bekerja sesuai minat masing masing dan tidak
selalu bergantung pada orang lain. Dan bagi orang orang yang ada di sekitar
anak berkebutuhan khusus, seharusnya menerima keberadaan mereka, sebab manusia
di dunia ini semua unik dan tidak ada yang sempurna secara utuh.
Kami
juga sempat mendapat informasi mengenai kondisi
dan latarbelakang masing masing anak, yang menurut beliau mempengaruhi
performa mereka dikelas.
·
Muhaimin, 15 tahun
Tinggal
bersama saudara laki-lakinya yang sedang berkuliah di salah satu perguruan
tinggi swasta di medan. Dia selama 6 tahun mengikuti pendidikan di sekolah
normal secara tidak formal, dia tidak bisa mengikuti UN karena tidak terdaftar
di sekolah itu. Sesekali muhaimin mengikuti pelombaan seperti lomba model, dia
orang yang aktif di berbagai bidang dan percaya diri.
·
Riski, 13 tahun
Ibu
dan ayah bercerai dan diasuh oleh ibunya. Di kelas riski cenderung malas dan
kurang fokus dalam belajar, tetapi sangat ekspresif ketik bercerita dengan
teman temannya.
·
Salsa
Berasal
dari keluarga yang biasa biasa saja, dan selama 2 tahun terakir tidak begitu
diperhitungkan dalam kelas. Tetapi semester ini dia semakin pintar dan semakin
aktif di kelas
·
Iqbal
Salah
satu murid yang paling pintar di kelas.
·
Fariz
Ibu
seorang tukang cuci dan salah satu murid terpintar juga di kelas. Memiliki
tingkat ketulian yang berbeda antara telinga kiri dan kanan.
·
Aldi
Paling
antusias dalam belajar. Kendala sakit sakitan sering menghambat dalam belajar,
kemampuan ekonomi yang rendah dan tanggungan yang tinggi menjadi penghambat
juga dalam kelancaran proses belajar mengajar.
Dan
beberapa informasi lain yang kami dapat saat wawancara
·
Di SLB Pembina ini semua anak diantar
dan dijemput sekolah (belum dibiarkan pulang dan pergi sendiri)
·
SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia)
adalah nama kamus bahasa isyarat yang secara standar dirembukkan oleh para
ahli.
·
Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia),
adalah bahasa isyarat yang dipakai di Indonesia, tetapi tidak formal digunakan.
·
Semakin tidak dilatih vokalisasi, pita
suara anak tuna rungu akan semakin kaku sampai tidak bisa mengeluarkan suara
lagi.
Kelas Autis
Pak Sigit ( narasumber ) sebagai pengajar di SLBE
Pembinaan, seorang bapak yang telah mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar
selama 2 periode dari tahun 1999 sampai 2012 yang khusus menangani anak yang
mengalami autisme. Sebagaimana yang kita ketahui autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada
anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab
autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak
sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan
dunia luar secara efektif. Mengajar anak autis bukanlah hal yang mudah tetapi
hal itu tidak menyurutkan niat Pak Sigit untuk tetap berkecimpung di dunia
autis, motivasinya adalah karena rasa cintanya yang besar terhadap anak-anak
dan menganggap pekerjaannya ini sebagai sebuah tantangan. Tapi tetap saja ada
kendala-kendala dan hambatan yang harus dihadapi, seperti perilaku anak yang
berbeda, dalam hal komunikasi (Perkembangan bahasa lambat atau sama
sekali tidak ada; Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah
bicara, tetapi kemudian sirna; Kadang
kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya; Mengoceh tanpa arti
berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain; Bicara
tidak dipakai untuk alat berkomunikasi;
Senang meniru atau membeo (echolalia); Sebagian dari anak autis
tidak bicara (non verbal) atau sedikit berbicara sampai usia dewasa.; Senang
menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.), dalam hal interaksi sosial (Anak autis
lebih senang menyendiri; Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari
untuk bertatapan; Tidak tertarik untuk bermain bersama teman; Bila diajak bermain, ia tidak mau
dan menjauh.), dalam hal sensoris (Sangat
sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk; Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga; Senang
mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda; Tidak sensitif terhadap rasa
sakit atau rasa takut.), dalam hal pola
bermain (Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya; Tidak suka
bermain dengan anak sebayanya; Tidak kreatif dan tidak imajinatif.), dalam hal
gangguan emosi (Sering
marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan; Temper
tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau dipenuhi keinginannya; Kadang-kandang
suka menyerang dan merusak; Kadang-kadang anak autis berperilaku menyakiti dirinya
sendiri; Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.)
Hambatan-hambatan di atas tidak
semuanya ada pada anak autis. Hambatan dapat beraneka ragam sehingga hambatan
yang dimiliki seorang anak autis belum tentu sama dengan anak autis lainnya.
Itulah yang menyebabkan tidak ada anak autis yang benar-benar sama dalam semua
tingkah lakunya. Tapi dalam hal penanganan anak autis tidak bisa jika hanya
mengandalkan guru atau terapis saja. Orang tua
juga memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena orang tua merupakan
orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak penyandang autisme. Untuk
itu orang tua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi
kesembuhan anaknya. Dalam persoalan ini orang tua dituntut mengerti hal – hal seputar
autisme dan mampu mengorganisir kegiatan pemberian makanan untuk anak autisme.
Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orang tua yang paling
memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autisme.
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat kita terapkan pada anak autis,
diantaranya :
1. Discrete
Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang
mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus
respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru
memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak
itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak
yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
Sampai saat ini tidak ada terapi khusus yang efektif untuk
menyembuhkan anak autis. Tetapi, dengan memahami karakteristik dan menggali
potensi yang dimiliki, kesulitan anak autis bisa dikurangi dan potensinya bisa
dikembangkan agar mereka dapat hidup lebih mandiri. Salah satu cara yang dapat
kita gunakan untuk menemukan bakat pada anak autis adalah dengan menggunakan
fasilitas finger print.
Kesan
Saya sungguh senang dapat
mengajar dan membina anak-anak ini.
Pesan
Perlakukanlah anak ABK
seperti anda memperlakukan anak-anak sebagaimana mestinya.
Harapan kepada Pemerintah
Agar pemerintah lebih
tanggap dalam memberikan fasilitas dan bantuan yang dapat menyokong anak ABK.
Kelas Tuna Grahita
Guru yang saya wawancarai bernama Ibu Novi. Beliau adalah guru bidang studi
pengganti selama kami melakukan observasi karena guru sebelumnya berhalangan
hadir tetapi sebelumnya, ia berada di kelas keterampilan terapan hantaran.
Alasan ia memilih anak berkebutuhan khusus adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan terutama dalam hal keterampilan karena mengajar anak ABK
membutuhkan keterampilan dan kretivitas yang tinggi agar anak tetap mau
belajar. Selain itu, beliau memilih mengajar Anak tuna grahita karena rasa
ingin tahu mengenai anak berkebutuhan khusus karena ABK jarang mendapat sorotan
di masyarakat luas dan dapat melatih kesabaran. Dalam mengajar anak grahita,
Ibu Novi juga mengalami beberapa tantangan seperti menahan emosi ketika
menghadapi anak yang sangat susah diatur, mencoba berbagai kreativitas dan
permainan baru ketika anak mulai merasa jenuh untuk belajar, dan memerlukan
tenaga ekstra dalam menghadapi anak-anak. Selain memiliki tantangan, bagi
beliau mengajar anak ABK cukup menarik karena ia dapat mengerti mengenai
berbagai sifat-sifat yang tidak ia temui di masyarakat luas, ia juga senang
ketika berhasil menangani anak-anak tuna grahita.
Dalam mengajar anak tuna grahita, Ibu Novi tidak memiliki metode khusus
hanya saya ia selalu mencari ide-ide baru seperti belajar di taman agar anak
tidak merasa bosan. Menurut beliau, seorang anak tuna grahita terutama yang
masih anak-anak, belum dapat mandiri sehingga masih harus selalu mendapat
bimbingan orang tua dan guru.
Bagi beliau, anak grahita sama seperti anak lainnya. Mereka juga memiliki
kesempatan untuk menjadi seperti anak normal lainnya.. Bagi orang tua yang baru
mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan khusus, dapat segera dibawa ke sekolah
luar biasa agar tidak terlambat mendapat penanganan secara khusus dan dapat
berinteraksi dengan sesamanya tanpa ada rasa perbedaan. Ia juga mengatakan
bahwa orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan anak berkebutuhan
khusus.
Hari ke-4
Di
kunjungan yang ke empat ini, bertepatan dengan porseni SLB tingkat provinsi,
yang kebetulan SLB pembina yang menjadi tuan rumah diselenggarakannya porseni
kali ini. Kami sangat terkesan akan bakat bakat yang dimiliki setiap anak yang
berpartisipasi dalam kegiatan ini. Hampir tidak terlihat sama sekali bahwa
mereka adalah anak berkebutuhan khusus. Ada beberapa mata lomba yang
diperlombakan, lompat jauh, lempar takraw, badminton, melukis, pantomim, vokal
solo, tata rias dan desain grafis. Berikut dokumentasi yang kami dapat saat
porseni.
Hari
ke-5
Kunjungan
bebas
Kesimpulan
Setelah kami
melakukan observasi langsung ke SLB E Pembinaan, kami mendapat kesimpulan bahwa
anak berkebutuhan khusus harus mendapat perhatian yang lebih untuk membantu
mereka berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan bimbingan dari orang-orang
yang berada di lingkungan sekitarnya agar mereka memiliki bekal bagi masa
depannya sehingga tidak secara terus menerus tergantung pada orang lain.
Jika anak
berkebutuhan khusus mendapat bimbingan dan pelatihan yang maksimal maka
kemampuan mereka akan berkembang secara optimal bahkan dapat membuat kagum
orang-orang normal yang berada di sekitarnya.
Testimoni
Simson Pasaribu
Pengerjaan
mini proyek ini sangat berkesan bagi saya. Saya baru kali ini mengunjungi
sekolah anak berkebutuhan khusus dan begitu memasuki sekolah ini, saya
merasakan suatu atmosfer yang berbeda yang sulit saya jelaskan. Berinteraksi
dengan mereka sangat berkesan. Meskipun sulit membiasakan diri dengan cara
berkomunikasi mereka, tetapi mereka begitu terbuka dan terlihat senang akan
kedatangan kami. Terkhusus di siswa siswa di kelas tuna rungu, belajar bahasa
isyarat adalah hal yang baru sekaligus hal yang sangat membuat saya tertarik di
bidang ini. Awalnya saya merasa pengerjaan mini proyek ini tugas yang sulit,
tetapi topik yang kami angkat cukup menantang dan saya sangat menikmatinya.
Selain ilmu yang berkenaan dengan psikologi pendidikan, saya juga mendapat
nilai nilai kehidupan. Ini benar benar pengalaman berharga bagi saya. Terima
kasih kepada ibu dosen pengampu mata kuliah psikologi pendidikan dan teman
teman yang mensupport dan membantu kami dalam menyelesaikan tugas mini proyek
ini.
Clara Clearesta
Menurut
saya, tugas mini proyek ini sangat baik karena kami diminta untuk survey
langsung ke lapangan di semester awal. Dengan melakukan survey ke lapangan,
kami mendapat pengetahuan baru dan tidak terpaku sepenuhnya kepada teori yang
kami dapatkan. Selama observasi ke SLB E pembinaan Medan, kami mendapat
pengalaman dan pengetahuan baru mengenai anak berkebutuhan khusus. Pengalaman
observasi kali ini sangat berkesan terutama ketika bertemu dengan siswa- siswi
SLB yang sangat antusias dan menyenangkan. Mereka sangat percaya diri dan tidak
merasa minder dengan kekurangan mereka. Di sekolah ini saya juga menemukan
bahwa setiap orang yang memiliki kekurangan juga memiliki kelebihan yang luar
biasa seperti anak-anak di SLB ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing yang memberikan kesempatan untuk melakukan tugas
observasi lapangan dan kepada semua teman-teman mahasiswa serta senior yang
telah membantu dalam kelancaran tugas ini.
Cynthia Halim
Awalnya saya
takut tidak bisa berinteraksi dengan mereka tapi hari demi hari yang saya
jalani membuat saya untuk mengetahui dan mengenal mereka lebih dalam. Awalnya
saya juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan mereka tetapi guru
pembimbing di SLB E pembinaan banyak mengajarkan kepada saya cara berinteraksi
dengan mereka. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah psikologi pendidikan karena telah memberikan tugas yang sangat baik
kepada saya untuk dapat langsung terjun ke lapangan mempraktekkan ilmu yang
kami dapat khususnya mengenai pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar