Jumat, 24 Oktober 2014

RANCANGAN PROYEK KELOMPOK 9 MK KREATIVITAS

Kelompok 9
Simpson Pasaribu 11-125



A.    Latar belakang.

Ø Pengertian stress.

Stress secara umum adalah suatu keadaan dimana kita mempersepsikan kesenjangan antara sumber daya yang kita punya dengan tuntutan keadaan. Stress bisa dibagi 2 yaitu physical atau fisik dan psychological atau psikologis. Suatu keadaan atau kejadian yang memicu stress disebut stressor. Hal hal seperti pekerjaan, tugas kuliah, keadaan keluarga , atau bahkan suhu panas dan macet adalah stressor yang umum terjadi di kehidupan kita sehari hari.

Ø Bunuh diri di Indonesia.

Fenomena bunuh diri di kalangan remaja di Indonesia dari bulan januari sampai juni 2012 saja tercatat hingga 20 kasus (Komnas Anak). Dari kasus itu pemicu bunuh diri terbanyak adalah masalah cinta remaja (8 kasus) , masalah ekonomi (7 kasus), masalah keluarga (4 kasus) dan masalah sekolah (1 kasus).Dari situ bisa kita lihat bahwa stressor yang ada sehari hari pun sudah memungkinkan untuk jadi pemicu bunuh diri pada mereka yang rentan. Remaja yang sedang dalam masa peralihan yang kita tahu tidak mudah, bisa menambah resiko prilaku membahayakan diri apabila tidak mampu mengelola stressnya dengan baik.

Ø Pengertian sosialisasi
Brim (1966) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan, kemampuan dan dasar membuat mereka mampu atau tidak mampu menjadi anggota dari suatu kelompok. Bisa disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses asimilasi dan akomodasi nilai dan norma yang dibutuhkan untuk menjadi anggota suatu kelompok/masyarakat. 

B.     Tujuan Kegiatan 
         Memberi edukasi terhadap mahasiswa pada khususnya untuk dapat lebih sensitive mengenali individu individu yang rentan dalam melakukan prilaku membahayakan diri. Sebagai masukan bagi kelompok dan kelas tentang metode sosialisasi suicide awareness  yang baik pada mahasiswa, terkhusus mahasiswa psikologi.
C.    Rancangan Kegiatan
        Pada awalnya kelompok ingin melakukan semacam edukasi menggosok gigi yang baik dengan target anak-anak. Namun, karena kurangnya referensi kami mengenai hal tersebut salah satu dari anggota mengemukakan ide mengenai sosialisasi “suicide prevention” pada mahasiswa. Dasarnya adalah, kita sebagai mahasiswa psikologi yang mempelajari proses mental manusia tentu diharapkan setidaknya dapat mengenali meskipun secara kasar, individu yang rentan melakukan prilaku ini. Meskipun tentu untuk penanganan yang baik akan dibutuhkan skill dan pengetahuan yang melampaui jenjang pendidikan S1 namun, diharapkan kegiatan ini dapat memberikan awareness pada kita semua tentang fenomena bunuh diri.

D.    Metode
        Kelompok berencana menggunakan media video yang berisi konten mengenai sosialisasi bunuh diri dalam kemasan drama musikal. Hal ini dirumuskan setelah melalui proses inkubasi ide, diketahui bahwa 2 dari 4 orang kelompok kami memiliki kemampuan menyanyi yang baik, sehingga kelompok memutuskan untuk mengeksploitasi kelebihan ini.

REVIEW DAN EVALUASI KELOMPOK 9

Teori 4P Pada Produk Kreatifitas Kelompok 9

Ø Pribadi

Setiap anggota memiliki keunikan dan bakat masing-masing. Ada yang mampu olah vokal, editor video, bahkan idealisme yang berbeda dari masing-masing anggota kelompok. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi hambatan kelompok untuk menghasilkan sebuah produk kreatif. Perbedaan tersebut justru dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah ide, dimana keunikan masing-masing kelompok disatukan untuk menghasilkan sebuah ide kreatif.
Disamping itu, masing-masing anggota dalam kelompok tidak mau hanya melakukan apa yang biasa dilakukan, melainkan ada keinginan dalam setiap anggota kelompok untuk lebih eksplor dan mengaktualisasikan diri akan apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Melalui pertimbangan kondisi ini, serta mempertimbangkan ide demi ide yang diusulkan, kelompok sepakat untuk menghasilkan sebuah produk kreatif dalam hal seni peran (akting).
Namun karena kelompok juga masih baru belajar dalan bidang ini, kelompok sepakat untuk menuangkannya dalam bentuk vidio. Hal ini dikarenakan melalui proses pembuatan video, kelompok bisa mengevaluasi adegan demi adegan untuk mendapatkan scene yang maksimal dari adegan yang kami perankan.

Ø Press:
 
Yang menjadi pendorong kami, pertama adalah bagaimana kelompok menghasilkan sebuah produk kreatif melalui sebuah kerja tim, yang biasanya masing-masing anggota kelompok mengembangkan potensi kreatif secara individu. Idealisme anggota kelompok menjadi tantangan, yaitu bagaimana mempersatukan perspektif masing-masing anggota kelompok agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
Kedua, akting yang baru pertama kali dilakukan oleh setiap anggota kelompok menjadi kesulitan dalam proses pelaksanaan video ini. Karena hal ini benar-benar diluar zona nyaman dan kemampuan masing-masing anggota. Ketiga, kesulitan untuk mempertahankan detail video, yang dilakukan di dua tempat yang berbeda. Bagaimana kelompok harus peka pada waktu pengambilan gambar (siang/sore/malam), serta detail-detail lainnya seperti properti, tata letak, karakter peran, dan hal lain yang mendukung kesesuaian dengan jalan cerita dan tujuan pembuatan video.

Ø Proses 
  1. Pertama kelompok melakukan sharing mengenai ide cerita yang akan dibuat. 
  2. Setelah ide cerita mengenai suicide prevention disepakati, kelompok membuat naskah/script yang menjadi jalan cerita dan konsep video ini  
  3. Setelah jalan cerita ditentukan, kelompok membagi peran dan kontribusi selama proses pelakasanaan pembuatan video, yaitu sebagai berikut: 
    • Okto sebagai strory teller, editor, dan berperan sebagai pemeran utama dalam video
    • Simson mengambil bagian setting, properti, dan artistik, dan berperan sebagai personifikasi depresi pemeran utama.
    • Rifani mengambil bagian musik, lagu, dan stylist (pengarah gaya, ekspresi, dsb), dan berperan sebagai personifikasi depresi pemeran utama
    • Agnes berperan sebagai kameramen utama, dan berperan sebagai deuteragonist (karakter kedua terpenting)  dalam video.
  4. Kelompok mulai  melakukan persiapan untuk mengambil scene, seperti mempersiapkan peralatan  (kamera), lokasi, pakaian, dan properti lain yang digunakan.
  5. Kelompok mulai melakukan pengambilan gambar di lokasi pertama, yaitu di rumah pemeran utama (Okto) tepatnya di bagian kamar tidur untuk mengambil scene pemeran utama mulai bagun tidur hingga aktifitas untuk mengawali rutinitas kesehariannya.  Di lokasi ini juga sekaligus diambil potongan scene pemeran utama kembali setelah melakukan aktifitas kesehariaanya, dan scene intensi pemeran utama untuk bunuh diri (adegan klimaks)
  6. Setelah scene pada lokasi pertama diambil, kelompok berangkat ke kampus (fakultas psikologi usu) untuk mengabil scene berikutnya, yaitu scene yang menggambarkan depresi pemeran utama, dan closing statement oleh kelompok. Awalnya kelompok berencana menggunakan ruangan b.2.7. Namun diluar perkiraan kelompok, ruangan tersebut tidak kondusif untuk mengambil scene dikarenakan ada kegiatan lain yang sedang berlangsung di sekitar ruangan tersebut. Sehingga kelompok beralih ke ruangan C.3.1, untuk pengambilan gambar.
  7. Pengambilan gambar di lokasi kedua, terdapat beberapa perubahan dari rencana awal. Pertama, penggunaan properti seperti handphone, karena scene yang berkenaan dengan properti tersebut dianggap tidak terlalu penting dan memperlama durasi. Kedua, awalnya kelompok ingin menggunakan jasa figuran, namun karena di sekitar lokasi yang baru sedang tidak ada perkuliahan ataupun mahasiswa yang berlalu lalang, sehingga ada beberapa adegan yang harus potong dan diganti. Ketiga, ada scene yang seharusnya diambil di koridor, namun karena pengambilan gambar dianggap lebih cocok di dalam ruangan kelas, hal tersebut tidak jadi dilakukan
  8. Setelah scene terkumpul, dilakukan proses editing dan penyatuan gambar menjadi sebuah video yang   utuh

Ø Produk

Video dengan tema suicide prevention.



JALAN CERITA (Script)

Secara umum, cerita menggambarkan pria yang depresi.  Scene pertama diawali di ruangan kamar pemeran utama. Scene ini bertujuan untuk memperlihatkan karakter dan keseharian pemeran utama. Kelompok berusaha untuk memperlihatkan pemeran karakter utama yang sangat introvert dan memiliki permasalahan pribadi. Hal-hal yang mendukung dilakukan dengan membuat setting se-detail mungkin, seperti cermin yang sengaja ditutup dengan pakaian, semua bingkai foto sengaja diturunkan dan diletakkan dalam posisi tertutup. Ada juga adegan dimana pemeran utama membuang semua kartu identitas seperti SIM, KTP dan kartu mahasiswa. Setelah itu dilanjutkan dengan adegan pemeran utama menyembunyikan sebuah pistol yang menjadi alat yang mendukung dia nantinya akan bunuh diri. Adengan ini berupaya untuk menunjukkan adanya intensi pemeran utama untuk bunuh diri. Setelah itu bagian pertama diakhiri dengan pemeran utama keluar dari pintu untuk pergi beraktifitas (kuliah).

Bagian kedua beralih ke lokasi ruangan kampus. Pada bagain ini, ditunjukkan betapa depresinya pemeran utama. Personifikasi depresi tersebut diperankan olah dua orang yang bernyanyi. Lagu lagu dinyanyikan accapella, yaitu: depresi diariku (last child), lihatlah lebih dekat (sherina), dan berhenti berharap (SO7). Selain itu kelompok juga menggunakan media papan tulis yang menggambarkan depresi pemeran utama, yaitu keluarga, teman, cinta, bahkan Tuhan, yang dihapus oleh pemeran personifikasi depresi (rifani dan simson), hal ini adalah upaya untuk menggambarkan sebuah pemikiran pada pemeran utama bahwa tidak ada satupun yang peduli akan kondisinya, yang membuatnya semakin stress dan depresi. Scene selanjutnya yaitu adegan teriak, dan pertemuan pemeran utama dengan protagonis. Adegan ini percakapan antara pemeran utama dan protagonis, agnes (protagonis) mengajak okto (pemeran utama) untuk datang ke event yang diselenggarakan olehnya. Agnes melihat kto yang murung menggambar sebuah smiley senyum di bagian kanan kening okto tanpa disadarinya, karena tidak menghiraukan perbuatan agnes okto berniat pulang dan adegan yang dilakukannya adalah keluar ruangan.

Bagian ketiga okto sampai di rumah, membuka pintu kamar, meletakkan tas di kursi, lalu duduk di sofa. Disofa, ia kebingungan dan menunjukkan ekspresi depresi dan cemas, hal ini menunjukkan intensi pemeran utama untuk bunuh diri. Okto mengambil pistol yang disembunyikannya dibawah sofa dan mengarahkan mulut pistol kebagian bawah rahang nya. Okto semakin cemas, dan branjak dari sofa membuka tirai jedela kacanya sekedar memastikan tidak ada orang di sekitarnya yang akan menghalanginya untuk bunuh diri. Ketika ia beranjak sekilas ia melihat wajahnya di bagian cermin yang tidak tertutupi oleh kain. Penasaran akan gambar yang ada diwajahnya, ia menyingkapkan pakian yang menutupi keseluruhan kaca tersebut dan melihat wajahnya lebih dekat. Ia meliat smiley senyum yang digambar oleh pemeran protagonis sebelumnya. Ia tersenyum, melihat pistolnya, meletakanya dan mengurungkan niatnya bunuh diri. Hal ini adalah upaya untuk menunjukkan bahwa salah satu pencegahan bunuh diri adalah kita sebagai lingkungan yang harus memberi respon dan sikap positif pada semua orang, dalam hal ini menunjukkan afeksi dan afiliasi pada osetiap orang. Klimaks dilakukan dengan menyorot gambar pistol yang diletakan oleh pemeran utama.
Bagian keempat closing statement, dilakukan oleh setiap anggota kelompok yang berbicara bergantian mengenai fenomena bunuh diri dan pencegahannya. Ucapan terimakasih dan diakhiri dengan bernyanyi bersama “salam bagi sahabat” oleh glen fredly

EVALUASI

Ketika pemutaran perdana Film ini di kelas mata kuliah kreativitas. Ada beberapa feedback yang kami dapatkan dari audiens. Contohnya :

  1. Konsep dan eksekusi film sudah bagus namun ada elemen cerita yang kurang. Karena ketidak jelasan penyebab depresi si tokoh utama. Evaluasi ini kami terima sebagai evaluasi yang membangun, meski konsep film kami memang memberikan perspekstif seluas mungkin kepada audiens yang merupakan mahasiswa psikologi yang kami percaya tidak perlu lagi penjelasan mengenai stress dan elemen elemennya.
  2. Apresiasi dari teman teman yang memuji konsep kontemplasi dengan papan tulis dan drama musikalnya begitu juga dengan konsep video secara keseluruhan.

Kemudian atas instruksi Ibu Dina kami mengupload Film kami ke website youtube dan memposting di grup Satukan Hati demi mendapat feedback dari para civitas academia kampus psikologi. Respon yang kami dapatkan kebanyakan mengomentari konsep produk yang tidak biasa dan kehebatan penyanyi kami (Rifany dan Simpson). Dari hanya beberapa komentar tidak terlalu banyak kesimpulan yang bisa kami dapat selain pujian dari performa kami dalam film.

Secara keseluruhan, beberapa poin evaluasi yang kami dapat baik dari feedback maupun introspeksi dalam kelompok adalah :

  1. Konsep kami sudah baik, namun konten yang diproduksi masih sangat psikologi, sehingga masyarakat awam akan sulit untuk mencerna film kami. Meskipun target audiencenya memang para psikolog atau calon psikolog.
  2. Kurangnya kemampuan teknis jadi penghalang untuk kualitas produksi yang baik. Baik itu kemampuan acting, directing dan editing. Kami ingin mencoba hal baru , namun mestinya kami bisa lebih menyiapkan diri dan meningkatkan kompetensi.

Demikian evaluasi dari kelompok kami, tentu baik produk kami maupun kami sendiri tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan untuk itu kami minta maaf. Namun melihat kebelakang, kami berkreasi dengan senang dan kami bangga akan produk yang kami hasilkan.


Sabtu, 09 Juni 2012

File Mini Proyek


Mini Proyek


Anggota
Topik
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus sebagai Fenomena

Judul
Dinamika belajar anak autis, tuna rungu dan tuna grahita di SLB-E Pembina Medan

Pendahuluan
      Anak Berkebutuhan Khusus yang sering disebut anak ABK adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan  apakah fisik, mental-intelektual, sosial, atau emosionalnya. Hal ini secara  nyata berbeda bila dibandingkan dengan anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus. Sebaliknya, anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) berkembang secara reguler tanpa perlu pelayanan khusus seperti ABK.
Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar memberikan perhatian kepada anak ABK dalam mewujudkan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat maksimal dari pendidikan. Jadi semua orang berhak sekolah. Keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terbatas dalam hal jumlah ketersediaan sekolah kurang bisa mengakomodir anak berkebutuhan khusus. Selain itu tidak semua ABK mampu menjangkau akses sekolah tersebut. Hal ini mungkin berbeda dengan kota besar yang mungkin lebih banyak terdapat sekolah luar biasa, namun terkadang biaya sekolah yang mahal juga menjadi alasan ABK tidak mampu bersekolah.
Dengan melihat situasi dan kondisi seperti ini,kami tertarik untuk mengobservasi mengenai pendidikan anak berkebutuhan khusus yang saat ini masih kurang mendapat sorotan publik.

Landasan Teori
Menurut Frida Mangunsong (2009) guru besar psikologi UI, Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi akibat perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1.      Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2.      Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3.      Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.

Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.

1.      Kelainan Mental terdiri dari:
a.       Mental Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakatintelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b.      Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70 – 90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c.       Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.

2.      Kelainan Fisik:
Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
o   Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB)
o   Gangguan pendengaran ringan(41-55dB)
o   Gangguan pendengaran sedang(56-70dB)
o   Gangguan pendengaran berat(71-90dB)
o   Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).

3.      Kelainan Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada individu. Adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a.       Gangguan Perilaku
§   Mengganggu di kelas
§   Tidak sabaran-terlalu cepat bereaksi
§   Tidak menghargai-menentang
§   Menyalahkan orang lain
§   Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
§   Dependen terhadap orang lain
§   Pemahaman yang lemah
§   Reaksi yang tidak sesuai
§   Melamun, tidak ada perhatian, dan menarik diri

b.      Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut antara lain:
§  Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau sering membuat kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktivitas yang lain.
§  Sering kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas permainan
§  Sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara
§  Sering tidak mengikuti intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah
§  Kesulitan untuk mengorganisir tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas
§  Tidak menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah
§  Sering tidak membawa peralatan sekolah seperti pensil, buku, dan sebagainya
§  Sering mudah beralih pada stimulus luar
§  Mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari

c.       Gangguan Hiperaktive (ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
§  Perilaku tidak bisa diam
§  Ketidakmampuan untuk memberi perhatian yang cukup lama
§  Hiperaktivitas
§  Aktivitas motorik yang tinggi
§  Mudah buyarnya perhatian
§  Canggung
§  Infeksibilitas
§  Toleransi yang rendah terhadap frustasi
§  Berbuat tanpa dipikir akibatnya.

Tujuan Pendidikan Khusus
1.      Mengembangkan kehidupan anaksebagai pribadi
2.      Mengembangkan kehidupan anak sebagai anggota masyarakat
3.      Mempersiapkan untuk memiliki keterampilan sebagai bekal memasuki dunia kerja
4.      Mmpersiapkan anak untuk mengikuti pendidikan lanjutan

Anggota-Anggota Tim Terkait Dalam Layanan Pendidikan Khusus
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.  Dalam hal layanan pendidikan khusus tidak hanya faktor kebijakan saja yang menentukan tetapi juga tim work yang mendukung, berikut ini adalah komponen tim work :
·         Guru pendidikan khusus adalah mereka yang memberikan pembelajaran sehari-hari dan dukungan lain bagi siswa berkebutuhan khusus.
·         Billingual special educator adalah guru yang memiliki pengetahuan baik di bidang dwi bahasa maupun pendidikan khusus.
·         Early childhood special educator adaah mereka yang memberikan pelayanan pada balita, mereka dapat melakukan berkerja sama dengan guru-guru pre sekolah dalam hal pendidikan umum.
·         speech/ language pathologist adalah mereka yang mendiagnosis anak-anak berkebutuhan, mendesain tindakan dan layanan yang tepat serta memonitor kemajuannya.
·         School psychologist adalah mereka yang memiliki kompetensi untuk menentukan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus.
·         School counselor adalah mereka yang menangani bukan saja siswa biasa tetapi juga siswa dengan kebutuhan khusus, pada sekolah regular.
·         school social worker adalah mereka yang meng koordinasika usaha-usaha pendidik, keluarga dan orang-orag lembaga terkait untuk memastikan bahwa siswa dapat menerima semua pelayanan yang mereka  butuhkan.
·         School  Nurse adalah mereka yang bertanggung jawab dalam memeriksa dan menjaga kesehatan siswa, serta mengatur distribusi obat-obatan yang dibutuhkan siswa.
·         Educational interpreter adalah mereka yang membantu siswa yang mengalami kesulitan mendengar dengan menggunakan bahasa isyarat.
·         General educational teacher adalah guru pada kelas regular yang memiliki kemampuan untuk untuk memeberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus.
·         Pareducator adalah para profesinal yang bekerja di bawah arahan guru  atau professional dalam memberikan pelayanan bagi siswa berkebutuhan khusus.
·         Parents Orang tua siswa yang memberikan kontribusi terhadap sekolah mengenai perkembangan serta kehidupn anaknya di luar sekolah.
·         Additional High Specialized Service Provider adalah mereka yang memiliki keahlian spesifik di bidang tertentu guna menangani siswa yang membutuhkan pelayanan khusus secara unik.

Model Penyelenggaraan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
1.      Segregasi
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam lingkungan yang juga terdiri dari anak-anak berkebutuhan khusus.
a.       TKLB
b.      SDLB
c.       SMPLB
d.      SMLB
Kelemahannya, pendidikan berfokus pada apa yang tidak dapat dilakukan anak sehingga dapat menimbulkan masalah konsep diri dan anak cenderung terisolasi. Kelebihannya, anak lebih mudah bersosialisasi dengan sesamanya tanpa menimbulkan rasa rendah diri.
2.      Integrasi
Anak berkebutuhan khusus berada dalam lingkungan anak normal pada saat-saat tertentu.
·         Pada suatu event sekolah tertentu misalnya acara dies natalis sekolah
·         Berada dalam sekolah tetapi berbeda kelas
·         Mempunyai jadwal istirahat yang sama antara ABK dengan anak normal
·         Awalnya ditempatkan di kelas khusus, setelah dinilai bahwa anak sudah siap, dapat dipindahkan ke kelas regular
·         ABK berada di kelas regular tetapi pada saat pelajaran tertentu pindah ke kelas khusus
·         ABK berada di kelas khusus tetapi pada saat tertentu pindah ke kelas regular
·         ABK di kelas regular tanpa ada perlakuan khusus
3.      Inklusi
Anak berkebutuhan khusus sepenuhnya berada di kelas regular

Jenis SLB
Ada 6 jenis SLB yaitu:
1.      SLB A
Sekolah luar biasa yang menangani anak-anak tuna netra atau memiliki keterbatasan pada indra penglihatan.
2.      SLB B
Sekolah luar biasa yang menangani anak-anak tuna rungu atau memiliki keterbatasan pada indra pendengaran.
3.      SLB C
Sekolah luar biasa bagi penderita tuna grahita atau keterbelakangan mental. SLB C dibagi menjadi 2 yaitu SLB C yang menangani anak penderita tuna grahita dengan IQ 50 – 75 dan mampu didik. Kedua adalah SLB C1 yang menangani anak penderita tuna grahita dengan IQ 25 – 50 dan mampu latih.
4.      SLB D
Sekolah luar biasa bagi penderita tuna daksa atau memiliki cacat fisik. SLB D juga dibagi menjadi 2 yaitu SLB D yang menangani anak penderita tuna daksa dengan IQ normal. Kedua adalah SLB D1 yang menangani anak penderita tuna daksa dengan IQ dibawah normal.
5.      SLB E
Sekolah luar biasa yang menangani anak-anak tuna laras yaitu anak yang kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan social atau pernah melakukan tindak kejahatan.
6.      SLB G
Sekolah luar biasa yang menangani anak-anak tuna ganda atau memiliki keterbatasan lebih dari satu jenis.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum
1. Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.
2. Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
3. Menjelaskan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.

Tujuan khusus
Pemenuhan tugas Mini Proyek Psikologi Pendidikan

Alat dan Bahan
1.      Camera digital
2.      Alat tulis
3.      Handphone
4.      Reward

Subjek Observasi
Anak autis, anak tuna rungu kelas 3 SD, dan anak tuna grahita SLB Pembina Medan

Analisis Data
Metode yang kami gunakan dalam menyelesaikan proyek pendidikan terhadap anak pra sekolah ini adalah sebagai berikut :

1.      Metode observasi
Kami mengobservasi anak SLB tuna rungu, autis, dan tuna grahita didalam kelasnya secara langsung. Kami melihat bagaimana keaktifan, respon dan interaksi anak-anak tersebut dalam kelas. Observasi kami lakukan dengan merekam, mengambil gambar, serta mencatat pengamatan kami secara tertulis.
2.      Metode wawancara
Metode wawancara kami lakukan dengan mengajukan  pertanyaan singkat kepada guru guru yang bersangkutan secara langsung. Berikut beberapa pertanyaan yang kami ajukan:


Kalkulasi Biaya
Reward:
Gantungan kunci                     : Rp  54.000,-
Gelang tali                               : Rp  21.000,-
Buku psikologi                        : Rp  50.000,-
Transportasi:
Ke SLB           6000 x 3 x 5    : Rp  90.000,-
Beli reward                             : Rp  24.000,-   +


 
TOTAL                                                            Rp239.000,-

Jadwal Perencanaan

Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
V
I
II
III
Pemilihan Tema






V









Penentuan Judul







V








Diskusi Metode dan Pelaksanaan







V








Pembuatan Pendahuluan dan Landasan Teori







V








Pembelian Reward











V




Permohonan surat izin dari fakultas









V






Konfirmasi surat izin kepada kepala sekolah










V





Pelaksanaan Observasi










V
V
V



Diskusi Untuk membuat Kesimpulan akhir













V


Pembuatan Poster













V


Evaluasi














V

Posting Blog














V

Melaporkan hasil akhir ke Pihak SLB Pembina















V



Jadwal Pelaksanaan

No
Kegiatan
Tanggal Rencana Awal
Tanggal Pelaksanaan
Tempat
1
Diskusi pemilihan topik dan penentuan Judul
16 April 2012
19 April 2012
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
2
Diskusi perencanaan kegiatan dan penentuan metode yang digunakan
29 April 2012
26 April 2012
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
3
Diskusi pembuatan pendahuluan dan landasan teori
29 April 2012
3 Mei 2012
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
4
Permohonan surat izin dari fakultas
6 Mei 2012
6 Mei 2012
Fakultas Psikologi USU
5
Survei lokasi dan pengajuan surat permohonan ke SLB Pembina
14 Mei 2012
14 Mei 2012
SLB E Pembinaan Medan
6
Pembelian reward
26 Mei 2012
26 Mei 2012
Pasar Palangkaraya
7
Pelaksanan observasi
Hari I
19 Mei 2012
19 Mei 2012
SLB E Pembinaan Medan
Hari II
21 Mei 2012
21 Mei 2012
Hari III
24 Mei 2012
24 Mei 2012
Hari IV
25 Mei 2012
25 Mei 2012
Hari V
1 Juni 2012
1 Juni 2012
8
Pemeberian Reward
4 Juni 2012
4 Juni 2012
SLB E Pembinaan Medan
9
Menyusun hasil observasi
7 Juni 2012
7 Juni 2012
Kantin
Fak Psikologi USU
10
Pembuatan Poster
9 Juni 2012
9 Juni 2012
Rumah
11
Evaluasi
9 Juni 2012
9 Juni 2012
Fak Psikologi USU
12
Posting blog
9 Juni 2012
9 Juni 2012
Rumah
No
Kegiatan
Tanggal Rencana Awal
Tanggal Pelaksanaan
Tempat
1
Diskusi pemilihan topik dan penentuan Judul
16 April 2012
19 April 2012
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
2
Diskusi perencanaan kegiatan dan penentuan metode yang digunakan
29 April 2012
26 April 2012
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
3
Diskusi pembuatan pendahuluan dan landasan teori
29 April 2012
3 Mei 2012
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
4
Permohonan surat izin dari fakultas
6 Mei 2012
6 Mei 2012
Fakultas Psikologi USU
5
Survei lokasi dan pengajuan surat permohonan ke SLB Pembina
14 Mei 2012
14 Mei 2012
SLB E Pembinaan Medan
6
Pembelian reward
26 Mei 2012
26 Mei 2012
Pasar Palangkaraya
7
Pelaksanan observasi
Hari I
19 Mei 2012
19 Mei 2012
SLB E Pembinaan Medan
Hari II
21 Mei 2012
21 Mei 2012
Hari III
24 Mei 2012
24 Mei 2012
Hari IV
25 Mei 2012
25 Mei 2012
Hari V
1 Juni 2012
1 Juni 2012
8
Pemeberian Reward
4 Juni 2012
4 Juni 2012
SLB E Pembinaan Medan
9
Menyusun hasil observasi
7 Juni 2012
7 Juni 2012
Kantin
Fak Psikologi USU
10
Pembuatan Poster
9 Juni 2012
9 Juni 2012
Rumah
11
Evaluasi
9 Juni 2012
9 Juni 2012
Fak Psikologi USU
12
Posting blog
9 Juni 2012
9 Juni 2012
Rumah


Hasil Observasi

Hari 1
Pada kunjungan pertama kami hanya berkesempatan mengobservasi kegiatan belajar mengajar anak Tuna Rungu kelas 1 SD dan kelas ekstrakurikuler musik yang diikuti oleh 3 siswa tuna grahita IQ low, serta kelas ketrampilan menjahit yang diikuti anak tuna rungu. Kami menentukan beberapa aspek penting yang akan kami observasi yaitu

Aspek yang Dinilai
a. Materi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
b. Fasilitas belajar (alat peraga) dengan proses belajar mengajar
Performa Guru
a. Kemampuan guru menyampaikan materi pelajaran
b. Kemampuan guru menguasai kelas
Kondisi/situasi kelas
a. Suasana kelas mendukung proses belajar mengajar
b. Tata ruang kelas menimbulkan rasa nyaman bagi anak
Interaksi siswa – siswa
a. Terjalin interaksi antara siswa dalam proses belajar mengajar
b. Antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya
Interaksi siswa – guru
a. Terdapat interaksi aktif antara siswa dan guru seloama proses belajar mengajar
Daya tangkap
a. Siswa memahami materi yang dijelaskan guru
Keunikan
Antusias siswa dalam belajar

Dan berikut informasi yang kami dapatkan.
·         Guru menggunakan laptop pribadi sebagai fasilitas
·         Software/aplikasi yang digunakan adalah I-CHAT (I can hear and talk) yang merupakan software khusus bagi anakl tuna rungu
·         Software I-CHAT juga menyediakan layanan video bahasa isyarat dan susunan susunan kata yang dipelajari di kelas.
·         Anak anak di kelas sudah dapat mengenal huruf, membaca dan menulis
·         Tulisan yang diterapkan harus tulisan bersambung, karena berhubungan dengan nafas, jeda, dan pelafalan kata demi kata.
·         Komunikasi guru ke murid menggunakan bahasa isyarat ekspresi dan gerak bibir.
·         Upaya penyampaian informasi harus perlahan, agar dapat dimengerti oleh siswa.
·         Terkadang murid sulit menangkap arti/makna yang disampaikan oleh guru, menyebabkan murid terlihat minder.
·         Proses belajar menggunakan buku pelajaran umum.
·         Dikelas yang saya masuki, murid kelas satu SD masih ada yang berumur 14 tahun, dan beberapa anak lainnya yang umurnya tidak sesuai dangan umur anak kelas satu SD rata rata, dikarenakan beberapa anak sudah berhenti sekolah lalu mengulang lagi, dan beberapa ada anak yang sudah disekolahkan di sekolah umum, lalu mengulang lagi di SLB dari awal.

            Ekstrakurikuler Musik
o   Fasilitas musik cukup lengkap (gitar, drum, keyboard, organ dan soundsistem)
o   Guru mengeja dengan lambat apa yang akan ditulis siswa
o   Guru membantu siswa menggambarkan lambang lambang musik.
o   Walaupun beberapa anak sudah bisa memainkan alat musik.
o   Murid bersikap bebas dan santai, tetapi masih dikontrol guru.
o   Guru bersikap ramah dan fleksibel
o   Murid tidak diporsir untuk bisa menguasai alat musik, harus balance dengan bermain.

Ekstrakurikuler Tata Busana
o   Fasilitas yang disediakan dalam kelas tata busana sudah sangat memadai seperti mesin jahit, mesin obras, peralatan menjahit, meja, boneka manekin, dan lain-lain
o   Guru memberikan tugas membuat pola kepada anak tuna rungu dan tugas menjahit kepada anak tuna grahita
o   Guru memberikan pengarahan secara terperinci kepada siswa
o   Guru memuji hasil karya siswa dan memajangnya di kelas
o   Murid memilih kelas keterampilan tata busana sesuai dengan pilihan mereka masing-masing atau bagi anak tuna grahita diarahkan sesuai dengan potensinya
o   Guru dengan sabar mendampingi siswa selama mengerjakan tugas terutama anak grahita yang selalu menuntut gurunya untuk berada di sampingnya
o   Hasil karya anak-anak sering ikut pameran negara
o   Guru membantu merapikan hasil karya siswa yang terlihat berantakan
o   Siswa tuna grahita hanya menjahit pola yang ada tetapi tidak menggunting karena siswa tuna grahita belum memiliki kontrol penuh atas anggota tubuhnya



Hari ke 2
            Dihari ke 2 kami berkesempatan mengobservasi kelas autis, tuna grahita dan tuna rungu. Kami yang terdiri dari 3 orang secara secara personal mengobservasi ketiga kelas tersebut. Berikut informasi yang kami dapat.

Kelas Tuna Rungu
·         Guru mengikuti cara berbahasa mereka
·         Suasana tanya jawab cukup aktif tetapi kurang kondusif
·         Ada murid yang sangat aktif dan ada yang tidak aktif sama sekali.
·         Guru terlihat kesulitan membuat murid mengerti satu per satu.
·         Guru memberikan beberapa kata kerja dan murid menuliskan kata benda yang mengikutinya. Dan guru mempraktekkan kata kerja yang diberikan. Contohnya: guru mempratekkan kata ‘bayar’, dan murid menuliskan kata benda seperti bayar bakso, bayar permen, dsb.
·         Guru cukup tegas dalam mendidik siswa.
·         Murid dengan umur yang lebih tua tidak menjamin kognisi si anak juga meiningkat, di kelas 3 SD yang saya masuki terdapat rentang usia 7-15 tahun. 
·         Guru lebih dominan melatih vokalisasi dari pada bahasa isyarat tuna rungu.
·         Suasana kelas seperti berlomba cepat tepat.
·         Murid terlihat sudah terbiasa bersabar jika guru tidak mengerti apa yang mereka maksud.

Kelas Tuna Grahita
·         Guru dengan sabar mengatur murid-murid untuk mengikuti pelajaran
·         Suasana kelas kurang teratur karena murid-murid mudah bosan sehingga mereka sering melakukan kegiatan yang berbeda-beda di kelas
·         Guru terlihat kesulitan mengatur murid satu per satu
·         Murid-murid terlihat sulit mengikuti pelajaran terutama pada pelajaran matematika sehingga guru harus mendampingi murid satu per satu bahkan orang tua juga ikut masuk ke dalam kelas mendampingi anaknya belajar
·         Guru bisa menjadi sangat tegas kepada murid yang bandel dan sulit diatur
·         Guru tidak memaksa anak duduk diam mengerjakan latihan ketika anak merasa bosan
·         Kelonggaran seperti istirahat atau pulang terlebih dahulu juga diberikan agar anak tidak jenuh belajar dan datang ke sekolah
·         Interaksi antara murid terlihat sangat baik, secara sekilas mereka terlihat seperti anak normal lainnya. Hanya saja ketika sudah memasuki jam pelajaran, saya baru menyadari bahwa mereka memang anak yang berbeda
·         Pada awalnya, muris-murid terlihat menjaga imagenya ketika saya baru datang, setelah beberapa saat mereka mulai kembali lagi berperilaku seperti biasa
·         Ketika murid-murid saling bertengkar, mereka akan cepat melupakan masalahnya


Hari ke 3
Di hari ke-3 kami mewawancarai guru guru pada setiap kelas yang kami observasi. Berikut data yang kami peroleh.

Kelas Tuna Rungu
Guru yang saya wawancarai sudah hampir satu tahun mengajar di kelas tuna rungu, yang sebelumnya mengajar di kelas autis. Dan yang membuat beliau memilih untuk menjadi pengajar ABK adalah minat dalam dirinya yang memang mengemban pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di jogjakarta sebagai disiplin ilmu. Dan kendala yang dihadapi secara umum adalah, bagaimana membuat anak mengerti  satu persatu informasi yang diberikan. Metode yang digunakan dalam mengajar ABK adalah Komtal yaitu komunikasi total baik secara lisan dan gerak tubuh serta gambar. Dan software yang ada sekarang (I-CHAT) sudah cukup efektif dalam proses belajar mengajar
Agar dapat mandiri, perlu kerjasama dengan orang tua, supaya tidak hanya di sekolah tetapi di rumah juga kemandiriannya dilatih. Menurut beliau pada kenyataannya orang tua masih kurang tanggap terkhusus ketika mengetahui anak mereka adalah anak berkebutuhahn khusus, sehingga menyebabkan anak mulai mengemban pendidikan tidaj pada usia normal.
Menurut beliau semua anak berkebutuhan khusus itu unik dan cara mengetahui potensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus adalah dengan membiarkannya melakukan apa yang mereka suka, membekali mereka dengan pelajaran SBK, ketrampilan musik dan sebagainya, dan di SLB pembina, anak anak SMA sudah mengetahui minat mereka masing masing. IQ anak tuna rungu berbeda beda sehingga diharapkan mereka nantinya setelah tamat sekolah bekerja sesuai minat masing masing dan tidak selalu bergantung pada orang lain. Dan bagi orang orang yang ada di sekitar anak berkebutuhan khusus, seharusnya menerima keberadaan mereka, sebab manusia di dunia ini semua unik dan tidak ada yang sempurna secara utuh.
Kami juga sempat mendapat informasi mengenai kondisi  dan latarbelakang masing masing anak, yang menurut beliau mempengaruhi performa mereka dikelas.
·         Muhaimin, 15 tahun
Tinggal bersama saudara laki-lakinya yang sedang berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di medan. Dia selama 6 tahun mengikuti pendidikan di sekolah normal secara tidak formal, dia tidak bisa mengikuti UN karena tidak terdaftar di sekolah itu. Sesekali muhaimin mengikuti pelombaan seperti lomba model, dia orang yang aktif di berbagai bidang dan percaya diri.

·         Riski, 13 tahun
Ibu dan ayah bercerai dan diasuh oleh ibunya. Di kelas riski cenderung malas dan kurang fokus dalam belajar, tetapi sangat ekspresif ketik bercerita dengan teman temannya.

·         Salsa
Berasal dari keluarga yang biasa biasa saja, dan selama 2 tahun terakir tidak begitu diperhitungkan dalam kelas. Tetapi semester ini dia semakin pintar dan semakin aktif di kelas

·         Iqbal
Salah satu murid yang paling pintar di kelas.

·         Fariz
Ibu seorang tukang cuci dan salah satu murid terpintar juga di kelas. Memiliki tingkat ketulian yang berbeda antara telinga kiri dan kanan.

·         Aldi
Paling antusias dalam belajar. Kendala sakit sakitan sering menghambat dalam belajar, kemampuan ekonomi yang rendah dan tanggungan yang tinggi menjadi penghambat juga dalam kelancaran proses belajar mengajar.

Dan beberapa informasi lain yang kami dapat saat wawancara
·         Di SLB Pembina ini semua anak diantar dan dijemput sekolah (belum dibiarkan pulang dan pergi sendiri)
·         SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) adalah nama kamus bahasa isyarat yang secara standar dirembukkan oleh para ahli.
·         Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia), adalah bahasa isyarat yang dipakai di Indonesia, tetapi tidak formal digunakan.
·         Semakin tidak dilatih vokalisasi, pita suara anak tuna rungu akan semakin kaku sampai tidak bisa mengeluarkan suara lagi.

Kelas Autis
Pak Sigit ( narasumber ) sebagai pengajar di SLBE Pembinaan, seorang bapak yang telah mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar selama 2 periode dari tahun 1999 sampai 2012 yang khusus menangani anak yang mengalami autisme. Sebagaimana yang kita ketahui autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Mengajar anak autis bukanlah hal yang mudah tetapi hal itu tidak menyurutkan niat Pak Sigit untuk tetap berkecimpung di dunia autis, motivasinya adalah karena rasa cintanya yang besar terhadap anak-anak dan menganggap pekerjaannya ini sebagai sebuah tantangan. Tapi tetap saja ada kendala-kendala dan hambatan yang harus dihadapi, seperti perilaku anak yang berbeda, dalam hal komunikasi (Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada; Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara, tetapi kemudian sirna; Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya; Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain; Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi; Senang meniru atau membeo (echolalia); Sebagian dari anak autis tidak bicara (non verbal) atau sedikit berbicara sampai usia dewasa.; Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.), dalam hal interaksi sosial (Anak autis lebih senang menyendiri; Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan; Tidak tertarik untuk bermain bersama teman; Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.), dalam hal sensoris (Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk; Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga; Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda; Tidak sensitif terhadap rasa sakit atau rasa takut.), dalam hal pola bermain (Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya; Tidak suka bermain dengan anak sebayanya; Tidak kreatif dan tidak imajinatif.), dalam hal gangguan emosi (Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan; Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau dipenuhi keinginannya; Kadang-kandang suka menyerang dan merusak; Kadang-kadang anak autis berperilaku menyakiti dirinya sendiri; Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.)
Hambatan-hambatan di atas tidak semuanya ada pada anak autis. Hambatan dapat beraneka ragam sehingga hambatan yang dimiliki seorang anak autis belum tentu sama dengan anak autis lainnya. Itulah yang menyebabkan tidak ada anak autis yang benar-benar sama dalam semua tingkah lakunya. Tapi dalam hal penanganan anak autis tidak bisa jika hanya mengandalkan guru atau terapis saja. Orang tua juga memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena orang tua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak penyandang autisme. Untuk itu orang tua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam persoalan ini orang tua dituntut mengerti hal – hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan pemberian makanan untuk anak autisme. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orang tua yang paling memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autisme. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat kita terapkan pada anak autis, diantaranya :
1.      Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
Sampai saat ini tidak ada terapi khusus yang efektif untuk menyembuhkan anak autis. Tetapi, dengan memahami karakteristik dan menggali potensi yang dimiliki, kesulitan anak autis bisa dikurangi dan potensinya bisa dikembangkan agar mereka dapat hidup lebih mandiri. Salah satu cara yang dapat kita gunakan untuk menemukan bakat pada anak autis adalah dengan menggunakan fasilitas finger print.
Kesan
Saya sungguh senang dapat mengajar dan membina anak-anak ini.
Pesan
Perlakukanlah anak ABK seperti anda memperlakukan anak-anak sebagaimana mestinya.
Harapan kepada Pemerintah
Agar pemerintah lebih tanggap dalam memberikan fasilitas dan bantuan yang dapat menyokong anak ABK.

Kelas Tuna Grahita

Guru yang saya wawancarai bernama Ibu Novi. Beliau adalah guru bidang studi pengganti selama kami melakukan observasi karena guru sebelumnya berhalangan hadir tetapi sebelumnya, ia berada di kelas keterampilan terapan hantaran. Alasan ia memilih anak berkebutuhan khusus adalah untuk menambah ilmu pengetahuan terutama dalam hal keterampilan karena mengajar anak ABK membutuhkan keterampilan dan kretivitas yang tinggi agar anak tetap mau belajar. Selain itu, beliau memilih mengajar Anak tuna grahita karena rasa ingin tahu mengenai anak berkebutuhan khusus karena ABK jarang mendapat sorotan di masyarakat luas dan dapat melatih kesabaran. Dalam mengajar anak grahita, Ibu Novi juga mengalami beberapa tantangan seperti menahan emosi ketika menghadapi anak yang sangat susah diatur, mencoba berbagai kreativitas dan permainan baru ketika anak mulai merasa jenuh untuk belajar, dan memerlukan tenaga ekstra dalam menghadapi anak-anak. Selain memiliki tantangan, bagi beliau mengajar anak ABK cukup menarik karena ia dapat mengerti mengenai berbagai sifat-sifat yang tidak ia temui di masyarakat luas, ia juga senang ketika berhasil menangani anak-anak tuna grahita.
Dalam mengajar anak tuna grahita, Ibu Novi tidak memiliki metode khusus hanya saya ia selalu mencari ide-ide baru seperti belajar di taman agar anak tidak merasa bosan. Menurut beliau, seorang anak tuna grahita terutama yang masih anak-anak, belum dapat mandiri sehingga masih harus selalu mendapat bimbingan orang tua dan guru.
Bagi beliau, anak grahita sama seperti anak lainnya. Mereka juga memiliki kesempatan untuk menjadi seperti anak normal lainnya.. Bagi orang tua yang baru mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan khusus, dapat segera dibawa ke sekolah luar biasa agar tidak terlambat mendapat penanganan secara khusus dan dapat berinteraksi dengan sesamanya tanpa ada rasa perbedaan. Ia juga mengatakan bahwa orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Hari ke-4
Di kunjungan yang ke empat ini, bertepatan dengan porseni SLB tingkat provinsi, yang kebetulan SLB pembina yang menjadi tuan rumah diselenggarakannya porseni kali ini. Kami sangat terkesan akan bakat bakat yang dimiliki setiap anak yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. Hampir tidak terlihat sama sekali bahwa mereka adalah anak berkebutuhan khusus. Ada beberapa mata lomba yang diperlombakan, lompat jauh, lempar takraw, badminton, melukis, pantomim, vokal solo, tata rias dan desain grafis. Berikut dokumentasi yang kami dapat saat porseni.

Hari ke-5
Kunjungan bebas


Kesimpulan
Setelah kami melakukan observasi langsung ke SLB E Pembinaan, kami mendapat kesimpulan bahwa anak berkebutuhan khusus harus mendapat perhatian yang lebih untuk membantu mereka berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan bimbingan dari orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya agar mereka memiliki bekal bagi masa depannya sehingga tidak secara terus menerus tergantung pada orang lain.
Jika anak berkebutuhan khusus mendapat bimbingan dan pelatihan yang maksimal maka kemampuan mereka akan berkembang secara optimal bahkan dapat membuat kagum orang-orang normal yang berada di sekitarnya.

Testimoni

Simson Pasaribu

Pengerjaan mini proyek ini sangat berkesan bagi saya. Saya baru kali ini mengunjungi sekolah anak berkebutuhan khusus dan begitu memasuki sekolah ini, saya merasakan suatu atmosfer yang berbeda yang sulit saya jelaskan. Berinteraksi dengan mereka sangat berkesan. Meskipun sulit membiasakan diri dengan cara berkomunikasi mereka, tetapi mereka begitu terbuka dan terlihat senang akan kedatangan kami. Terkhusus di siswa siswa di kelas tuna rungu, belajar bahasa isyarat adalah hal yang baru sekaligus hal yang sangat membuat saya tertarik di bidang ini. Awalnya saya merasa pengerjaan mini proyek ini tugas yang sulit, tetapi topik yang kami angkat cukup menantang dan saya sangat menikmatinya. Selain ilmu yang berkenaan dengan psikologi pendidikan, saya juga mendapat nilai nilai kehidupan. Ini benar benar pengalaman berharga bagi saya. Terima kasih kepada ibu dosen pengampu mata kuliah psikologi pendidikan dan teman teman yang mensupport dan membantu kami dalam menyelesaikan tugas mini proyek ini.

Clara Clearesta

Menurut saya, tugas mini proyek ini sangat baik karena kami diminta untuk survey langsung ke lapangan di semester awal. Dengan melakukan survey ke lapangan, kami mendapat pengetahuan baru dan tidak terpaku sepenuhnya kepada teori yang kami dapatkan. Selama observasi ke SLB E pembinaan Medan, kami mendapat pengalaman dan pengetahuan baru mengenai anak berkebutuhan khusus. Pengalaman observasi kali ini sangat berkesan terutama ketika bertemu dengan siswa- siswi SLB yang sangat antusias dan menyenangkan. Mereka sangat percaya diri dan tidak merasa minder dengan kekurangan mereka. Di sekolah ini saya juga menemukan bahwa setiap orang yang memiliki kekurangan juga memiliki kelebihan yang luar biasa seperti anak-anak di SLB ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang memberikan kesempatan untuk melakukan tugas observasi lapangan dan kepada semua teman-teman mahasiswa serta senior yang telah membantu dalam kelancaran tugas ini.

Cynthia Halim

Awalnya saya takut tidak bisa berinteraksi dengan mereka tapi hari demi hari yang saya jalani membuat saya untuk mengetahui dan mengenal mereka lebih dalam. Awalnya saya juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan mereka tetapi guru pembimbing di SLB E pembinaan banyak mengajarkan kepada saya cara berinteraksi dengan mereka. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah psikologi pendidikan karena telah memberikan tugas yang sangat baik kepada saya untuk dapat langsung terjun ke lapangan mempraktekkan ilmu yang kami dapat khususnya mengenai pendidikan anak berkebutuhan khusus.